Language |

Yang Berlalu Biarkanlah Berlalu

By Dias Wibowo

Yang Berlalu, Biarkanlah Berlalu: Menyongsong Masa Depan dengan Fokus pada Saat Ini”

Masa lalu adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup setiap individu. Setiap kenangan, kegagalan, dan kebahagiaan membentuk kepingan-kepingan kisah yang membawa kita ke titik ini. Meskipun begitu, penting untuk diingat bahwa yang berlalu, biarkanlah berlalu.

Terlalu sering, kita terjebak dalam kenangan masa lalu yang mungkin pahit atau penuh dosa atau bahkan kelam dan gelap sehingga kita terjebak dalam perangkap dan tipu daya setan agar kita berputus asa hingga berpaling dari Allah Azza wa Jalla. Padahal Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sangatlah luas dan agung.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,

“Sungguh Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya” [HSR al-Bukhari (no. 5653) dan Muslim (no. 2754) dari ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.]

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,

“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia menuliskan di sisinya di atas arsy-Nya: sesungguhnya kasih sayang-Ku mendahului/mengalahkan kemurkaan-Ku” [HSR al-Bukhari (no. 7015) dan Muslim (no. 2751) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Maasyaa Allah, begitu luar biasanya Allah sayang kepada hambanya. Masih pantaskah kita berputus asa dari rahmat-Nya? Masihkah kita meragukan keagungan dan kasih sayangNya?

Sebagai manusia, kita harus belajar dari pengalaman tersebut, tetapi juga tidak boleh membiarkan bayang-bayang masa lalu menghantui masa kini.

Cobalah simak kisah yang sangat luar biasa di bawah ini tentang agungnya ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menukil [3] sebuah kisah yang menarik untuk kita jadikan renungan; dari imam besar ahlus sunnah dari kalangan Atbaa’ut taabi’iin, Fudhail bin ‘Iyaadh rahimahullah [4], ketika beliau menasehati seseorang lelaki, beliau berkata kepada lelaki itu: “Berapa tahun usiamu (sekarang)?”. Lelaki itu menjawab: Enam puluh tahun. Fudhail berkata: “(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai”. Lelaki itu menjawab: Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Maka Fudhail berkata: “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata: Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya) maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”. Maka lelaki itu bertanya: “(Kalau demikian) bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)?”. Fudhail menjawab: “(Caranya) mudah”. Lelaki itu bertanya lagi: “Apa itu?”. Fudhail berkata:

“Engkau berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan (dosa-dosamu) pada sisa umurmu”.

[3] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 464) dan “Latha-iful ma’aarif” (hal. 108).

[4] Beliau adalah Fudhail bin ‘Iyaadh bin Mas’uud At Tamimi (wafat 187 H), seorang imam besar dari  kalangan atba’ut tabi’in yang sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seorang ahli ibadah (lihat kitab “Taqriibut tahdziib”, hal. 403).

 

Secara tulus bertaubat atas dosa-dosa kita pada masa lalu kepada Allah dan fokus istiqomah pada masa kini adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik, menuju SurgaNya Allah.

Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya Rabb-mu maha luas pengampunan-Nya” (QS an-Najm: 32).

Mengubah pola pikir untuk memusatkan perhatian pada masa kini dan hanya fokus berharap Wajah Allah dalam setiap aktivitas maka akan membawa dampak positif pada kesejahteraan mental dan emosional kita.

Saat kita belajar hidup di saat ini dengan tidak melupakan tujuan kita yang sebenarnya yakni Surga-Nya Allah maka kita menjadi lebih sadar akan keindahan kehidupan sehari-hari.

Sebuah senyuman, kehangatan matahari, atau momen bersama orang-orang yang kita cintai menjadi lebih berharga saat kita benar-benar menyadari keberadaan kita di dalamnya dan tujuan kita yang sebenarnya.

Janganlah bersedih dan terpuruk atas banyaknya dosa-dosa kita di masa lalu, ketika kita tidak bisa mengubah masa lalu yang kelam tapi kita masih bisa untuk mengupayakan dan mengubah masa depan menjadi lebih baik dan penuh rahmat.

Biarkanlah yang berlalu, berlalu!

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya dosa“. (HR Ibnu Majah no. 4250, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

 

 

Referensi:

Sumber: https://muslimah.or.id/6943-yang-berlalu-biarlah-berlalu.html

Doctor Series © Copyright 2024
Offices

Jl. RK. Sasta Kusumah No.14, Nagasari, Kec. Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41312, Indonesia

Social Media
At Your Services